Jadi, ini post kilat setelah selama tiga jam baca ansatsu 4 volume di depan laptop nonstop. Nggak pakai kacamata lagi //mataku bertahanlah.
Warning, long post with subject which is very weaboo. So, please leave if you don't like, thank you.
Dan ini topik seputar manga Assassination Classroom (atau ansatsu biar cepet) oleh Matsui Yuusei. In general, mungkin bisa dicerna bagi yang nggak pernah baca manganya atau nonton animenya, tapi disarankan baca/nonton biar lebih greget dan ngeh gitu! //promosi
Dan karena Karma yang kubicarakan disini adalah seorang anak laki-laki rambut merah nyebelin dan bikin greget orang yang mirip Seijurou Akashi, bukan kata 'karma' yang berarti... berarti apa ya? //buka kamus
Dan, firstly, kehidupan perfect memang cuma ada di fiksi. Nggak mungkin kita dapat guru bahasa Inggris pembunuh bayaran kayak Irina, dan orang yang pinternya nggak tanggung kayak Asano.
Tapi paling nggak, setiap fiksi paling geje sekalipun ada moral valuenya. Dan Ansatsu ini moral valuenya jelas banget, pasti ada di setiap chapter atau di setiap permasalahan.
Moral valuenya banyaaak; jangan jadi orang sok lah, kita kudu pantang menyerah lah, kita kudu manfaatin segala kemampuan yang kita miliki lah, pokok banyak deh. (makanya, baca deh komiknya //lho)
Tapi yang mau aku tulis disini cuma masalah kelasnya.
Kelas 3-E itu isinya anak-anak yang, eh, istilahnya paling jelek di seluruh sekolah, ya nggak sih. Dan somehow ada satu orang yang-
bukan, Korosensei bukan orang.
-satu makhluk yang bisa bikin satu kelas itu jadi kompak dengan berbagai permasalahan yang ada. Dan masalah kelas ini bikin aku inget sama kelasku sendiri.
Kelasku, hahahahahaha, biasa aja sih sebenarnya. Tapi kesenjangannya itu lho, meskipun nggak sebesar kelas satu dulu, di kelas dua ini masih ada. Sudah berkali-kali kita ngadain 'honest-talk' tapi rasanya feeling 'nggak-bakal-bisa-jadi-satu' itu masih ada dan kentara banget.
Jadi, apakah kita butuh makhluk geje, mesum, plus baik hati yang bertentakel kuning buat bikin kelas kita jadi kompak?
Yak, sapa mau cosplay jadi Korosensei? //no
Menurutku, kelas 3-E itu bisa jadi kompak karena mereka punya satu tujuan yang sama, yaitu ngebunuh Korosensei. Disamping itu, cara ngebunuh makhluk aneh bertentakel kuning itu bisa dilakukan kalau mereka kerja sama. Nah, disitu letak permasalahannya. Kelas 3-E jadi kompak gara-gara mereka kerja sama satu kelas buat ngerencanain pembunuhan si guru bertentakel itu.
Oke, kalimat itu agakan gimana gitu ya //plak
Dan, lanjut, karena ini rencana pembunuhan, mereka harus bisa meng-eksplor sumber daya manusia yang ada di kelas itu. Intinya mereka jadi harus megenal satu sama lain dan ngerti potensi yang ada di satu sama lain. Contohnya si Itona. Sebenarnya dia anak geje nyebelin yang tiba-tiba muncul nyerang Korosensei pake tentakel punya dia sendiri. Tapi setelah tentakelnya ngilang, dan anak kelas 3-E baik-baik ke dia, ternyata si Itona guna juga 'kan? Dia pinter ngutek-ngutek alat elektronik gitu, jadi bisa bantuin temennya ngintip celana dalam cewek. NO. Jadi bisa bantuin temennya keluar dari penjara waktu kena trap di chapter 108.
Dan, kayaknya, si Itona bisa lepas dari tentakelnya gara-gara anak kelas 3-E nyelametin dia nggak sih? Jadi, peran penting dalam membuat kekompakan kelas kalau mengacu pada kelas 3-E yaitu ... Jangan dendam, jadilah anak yang pemaaf, jangan terlalu kebakar emosi! Nah.
Bisa dilihat di sepanjang chapter... Setiap kali ada karakter nyebelin baru yang masuk jadi penghuni kelas 3-E (jadi anak kelas itu maksudnya) anak kelas yang lama bakalan sebel pada awalnya. Terus ntar si Korosensei nyadarin bahwa ada sesuatu yang bikin anak itu berkelakuan nyebelin gitu, dan anak kelas 3-E bakalan "Oh, makanya dia berkelakuan gitu ya?" dan mereka bakalan berusaha buat menyadarkan si anak nyebelin itu biar nggak nyebelin, dan ending-endingnya si anak nyebelin itu bisa jadi kekuatan tersendiri bagi mereka buat nyempurnain rencana ngebunuh Korosensei.
That's the point, kalau ada satu anak nyebelin di kelas, kita kudu tahu kenapa mereka kok bisa nyebelin, dan menemukan solusinya BERSAMA-SAMA. Bukannya malah pakai cara endless nyindir. //sorry not sorry
Oke. Stop. Sampai sini kayaknya sudah amat sangat menggurui. Maafkan saya. Tapi curcolan ini masih berlanjut.
Sepanjang aku baca ansatsu ini (di lepi, dengan mata terpancar radiasi desktop selama berjam-jam uhuhu) aku beneran ngiri sama kondisi kelasnya. Bukan ruang kelasnya sih. Bobrok gitu -3- //eh
Tapi sama isi kelasnya. Kelas 3-E itu isinya komplit, ada yang tukang onar, ada yang pinter banget, ada yang diem, ada yang biasa aja... pokok lengkap lah. Yang bikin aku seneng itu mereka bisa bikin keragaman itu jadi suatu kekuatan. Yah, meskipun disini kekuatan membunuh gurunya, sih. Dan mereka ber... ber berapa itu satu kelas? Pokok, mereka semua itu saling percaya satu sama lain, yang endingnya bikin mereka betah di kelas itu dan nggak mau pindah ke kelas lain yang lebih baik.
Yah, sekali lagi saya ketikkan, kehidupan perfect itu cuma ada di fiksi.
To be honest, I never felt that same feeling in my class. Is it just me, or, when the rumor that our soon third grade's classmate will be re-mixed announced, I didn't feel like "Oh, what?? But I don't want that!". I just accepted the news easily and "Oh, really? It's okay then,". I'm not sorry.
That's why, baca Ansatsu ini benar-benar menyenangkan.
Yah, disamping aku baca karena NagisaxKarma sih.
Dan, OH, ada satu hal yang kurang di kelasku di sekolah. KITA NGGAK PERNAH DAPET GURU YANG NGERTI KITA KAYAK KOROSENSEI.
Well, nggak mungkin banget sih, sebenarnya, kita punya guru yang bakalan benar-benar tau kondisi kelas kita luar dalam, karena kalo di real life kita cenderung menghindari guru, ahahahahaha.
Tapi, the lack of teacher itu yang sebenarnya bisa bikin kelas berpotensi untuk amburadul.
Kalau diperhatikan sejak chapter awal-awal, yang bikin semua anak di kelas 3-E semangat itu Korosensei. Yang nyeramahin mereka pas ada anak nyebelin itu Korosensei. Yang nyadarin dan ngerubah sifat anak nyebelin itu Korosensei (Karma tuh huahaha). Jadi kalau diliat-liat si guru itu juga pegang peran penting buat keselamatan, no, kesejahteraan anak didiknya.
Oke, mungkin sampai sini bakal ada yang argumen
"Lho, kan ada BK, kan biasanya guru itu bakalan nyeramahin anak nakal gitu, tapi lihat hasilnya, nggak efektif!"
Yah, lihat dulu nyeramahinnya gimana.
Entah ya, apakah di dunia nyata beginian bisa berhasil apa enggak aku juga nggak tahu. Tapiii, gimana kalau nyeramahinnya pake cara baik-baik? Maksudku, bukan dengan "Kamu jangan ngerokok! Ngerokok bisa bikin kamu penyakitan!" tapi dengan lebih mencontohkan hasil nyata dari perbuatannya. Kalau langsung ngelarang gitu bakalan malah bikin si anak jadi makin pingin ngelakuin!
Dan bukan dengan dipanggil ke kantor dan diceramahin, tapi dengan si guru ngomongin santai macam sambil makan di kantin gitu deh.
Ah, mbulet ah.
Jadi, ini sudah hampir jam dua pagi dan aku semakin ngantuk. Ini curcolan semakin ngawur saja isinya.
Jadi, balik ke masalah kelas.
Ada satu lagi masalah yang bikin kelas jadi nggak enak. Anak pendiam! Berdasarkan referensi dari kehidupan sehari-hari, anak pendiam biasanya bakalan terus didiamkan.... teruusss dan terus hingga akhir masa sekolahnya, dan biasanya dia cuma bakalan punya beberapa teman aja, yang nggak jarang juga sama diamnya.
Gimana kalau dibikin kayak masalahnya si Okuda Manami si maniak kimia di 3-E... Dia kan pendiam tuh (yah, berdasarkan apa yang digambarkan di komiknya, sih) dan cara anak kelas 3-E buat dia nggak terlalu kuper itu dengan membuatnya bisa melebarkan sayap dengan kemampuannya, yaitu ahli kimia. Dan, yak, bisa dibilang sekarang si Okuda jadi pemasok racun-racun dan ramuan-ramuan lain buat rencana pembunuhan Korosensei.
That's another point, jangan sindir anak pendiam gara-gara diamnya. Find their skill first, then let them spread their wings.
Yah, misal ada anak pendiam gamer otaku yang suka mojok di kelas dengan headset terpasang dan mata terpaku di layar hape yang ternyata lagi muter anime ecchi terbaru //what. Eh, ternyata dia pinter fisika! Yah, jangan malah dihina gara-gara suka nonton ecchi-nya. Bikin dia merasa terbutuhkan, minta mereka ngerjain soal-soal fisika yang kita nggak paham, dan thank them for that. Ulangi cycle itu, sampai mereka ngerasa "Ah, ternyata temenku ngebutuhin aku juga."
Well, kalau itu anak nggak mau ngebuka diri juga ya berarti dia yang agakan geje. //gak
//btw itu "anak gamer otaku yang suka mojok di kelas dengan headset terpasang dan mata terpaku di layar hape yang ternyata lagi muter anime ecchi terbaru" berasal dari karangan saya semata. Tidak merujuk pada seseorang tertentu yang saya kenal.
//ngakak
Apalagi ya...
Ah, pokok intinya kelas 3-E itu keren deh. Anak-anaknya saling mensupport, they trust each other, dan yang paling penting mereka merasa nyaman sama kondisi kelas mereka walaupun belajar di gedung bobrok di tengah gunung gitu. I want that class so badly - but, well, all I can do is accepting what I have now.
Dan mereka punya Korosensei yang bisa ngesupport mereka dalam kondisi apapun dengan kekuatan Mach-nya itu. I want that kind of teacher!!
//sedot idung
Dan untuk mengakhiri post geje ini... alangkah baiknya untuk tetap sadar diri dan menyadari bahwa kelas seperti itu sangat susah untuk didapatkan....
Oyasumi ~
Labels: anime, curcol, HIGHSCHOOL, japan, review, thought