Telepon berdering di ruang keluarga.
Key menangis di kamarnya.
Mug kesayanganku terjatuh karena senggolan tanganku sendiri.
Bunyi pecahnya mug-ku.
Suara decitan sepatu baru ayah.
Semuanya terjadi dalam satu waktu.
Aku turun dari tempat tidur dan menghampiri telepon yang masih berdering-dering di tempatnya dan mengangkatnya.
"Selamat Malam?"
Tidak ada suara di seberang, karena itu langsung saja kubanting gagang telepon ke tempatnya dan berlari kembali ke kamar.
Layar iPhone-ku menyala mendadak, pesan dari Key di kamar sebelah.
Hei, belum tidur?
Aku tidak mau repot-repot membalasnya, langsung saja aku berteriak. "B-E-L-U-M"
Lalu layarnya menyala lagi.
Aku akan ke kamarmu.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu. Aku membukanya dengan setengah hati dan menghadapi wajah sembap Key yang habis menangis. Dapat kuduga bantal pink-nya basah karena air mata.
"Ada apa?"
Dia hanya menatapku lalu menyerobot masuk dan duduk di ranjangku. Selimut biruku dilemparnya ke lantai dan dia mulai membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
"Hei, apa-apaan kamu??"
"Kau bisa tidur di kamarku kalau kau mau. Aku mau menginap semalam saja di sini, please?"
"Tidak. Kau punya kamar sendiri, Key. Kenapa harus menginap di sini?"
"Karena kalau aku tidak tidur di sini malam ini, aku akan mendapat mimpi buruk dan besok aku takkan bisa mengantarmu ke toko buku."
Aku mendengus. Kenapa dia harus tahu segala kelemahanku? "Sialan kau."
Aku menarik bantalku dari kepalanya dan membawanya ke kamar sebelah. Aku baru sadar, betapa aku merindukan kamar ini. Dulu sebelum aku punya kamar sendiri, aku tidur bersama Key di sini, aku di bawah dan Key di atas. Sekarangpun keadaannya sama persis hanya saja tempat tidurnya diganti menjadi single bed dan bernuansa pink. Dari dulu aku heran, kenapa Key suka warna pink, padahal di cowok?
Tempat tidur pink Key masih tertata rapi. Tampaknya dia menangis di lantai. Kenapa dia menangis? Aku tidak tahu. Kami merahasiakan urusan pribadi masing-masing kecuali memang sengaja diceritakan. Tetapi untuk soal ini, aku benar-benar penasaran karena masalahnya yang satu ini membuatnya menangis tiga malam berturut-turut. Ayah dan Ibu tidak mau ikut campur urusannya, apalagi menanyakannya. Mereka benar-benar sudah tidak peduli pada kami berdua, untungnya. Sekarang aku meletakkan kepalaku hati-hati di bantal pinknya.
Ada sesuatu di balik sarung bantal Key. Tampaknya secarik kertas. Aku tidak mau melanggar privasi, tetapi di lipatan luar kertas itu tertulis, 'buka saja' akhirnya aku buka dengan hati-hati dan ternyata isinya kosong. Sejenak aku ingin tertawa tetapi aku menyadari mungkin inilah yang membuatnya menangis. Tetapi, apa pentingnya kertas kosong ini, sampai membuat Key menangis? Aku berniat menanyakannya besok. Besok saja, sekarang mataku sudah berat untuk tidur. Sebelum tidur aku masih bertanya-tanya, hingga akhirnya aku tertidur dengan surat itu terbuka di tanganku.
Keesokan harinya ketika aku membangunkan Key di kamar sebelah, dia sudah tidak bernafas lagi.
Labels: FF, Key