Katakan, mau jadi apa kamu nanti?
Pertanyaan semacam ini membuatku -dan kamu, jelasnya- memutar bola mata dan berkata dengan kesal, "Pertanyaan ini lagi!"
Lucu sekali kalimat sesederhana itu bisa membuat kita memutar otak dan -mungkin- frustasi. Memikirkan masa depan yang sebenarnya masih jauh di depan, memikirkan berbagai kemungkinan yang sebenarnya mungkin tidak akan terjadi, atau memikirkan jawaban dari pertanyaan tadi itu, bisa saja membuat seseorang tidak bisa tidur.
Mungkin saja nanti kamu akan berada di puncak Tokyo Tower, memandangi seluruh kota Tokyo dari ketinggian sekian meter, dengan sekotak takoyaki hangat di tangan. Mungkin saja nanti kamu akan berada di atas sebuah stage besar bersama dengan artists ternama di dunia, memandangi para audience yang terkagum-kagum dengan berbagai karya senimu, dengan seikat karangan bunga di tangan. 
Mungkin saja.
Efforts, atau kerja keras yang akan kita lalui, entah untuk apa, lambat laun pasti akan berbuah. Sedikit banyaknya tergantung dari bagaimana kerasnya kita berjuang. Dan kita harus berjuang, untuk berada di puncak Tokyo Tower, untuk berada di atas sebuah panggung besar. Untuk hidup, untuk masa depan.
Namun, persetan dengan masa depan! Sekarang, ya sekarang. Nanti, ya nanti! Apa gunanya present tense jika tidak digunakan untuk menjelaskan tentang keadaan kita sekarang? Kita hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup.
Hubungannya apa? Entahlah. Aku sendiri juga asal tulis.
Tetapi aku bersungguh-sungguh. Sekarang, ya sekarang. Nanti, ya nanti. Memang benar kita harus memandang terus ke depan, namun haruskah kita melupakan kehidupan kita sekarang? Ini adalah waktu yang tepat untuk bersenang-senang, kawan! Hampir sembilan puluh persen orang yang aku tahu mengatakan bahwa SMA adalah masa-masa paling menyenangkan dalam hidup. Main tanpa kenal waktu, berkenalan dengan banyak orang-orang baru, experience tiada akhir...
Semua itu menyenangkan, tentu saja. Kapan lagi kita bangun sampai tengah malam hanya untuk mengerjakan tugas yang belum selesai, kapan lagi kita dimarahi guru karena kesalahan sepele yang kita buat, kapan lagi kita akan sangat gembira ketika weekend datang?
Yah, walaupun dimarahi guru bukanlah pengalaman menyenangkan.
Dan begadang untuk tugas juga sebenarnya menyebalkan.
Jadi, apa tujuanku menulis ini sebenarnya?
Entahlah, aku sendiri juga tidak mengerti...